Rekonstruksi Tauhid, Sosial, Dan Etos Kerja Dari Peristiwa Nabi Ibrahim A.S

Tema khutbah : Rekonstruksi Tauhid, Sosial, Dan Etos Kerja Dari Peristiwa Nabi Ibrahim A.S
Isi Khutbah :

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahilhamd !

Saudara-saudara kaum muslimin rahimakumullah. Hari raya 'Idul Adha ditandai dengan peristiwa kemanusian dalam sejarah kehidupan manusia yang tidak mampu dilakukan oleh siapapun, hanyalah oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yaitu “pengorbanan” yang bermuara pada iman dan taqwa kepada Ilahi Rabbi, Allah semesta alam. Allah berfirman yaitu : “Setelah anak itu mencapai umur, Ibrahim bertanya kepadanya, “Hai anakku, kulihat dalam mimpi bahwa aku “menyembelihmu sebagai kurban, bagaimana pendapatmu”? Anaknya menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah ayah akan menemukan aku sabar menerima” (Q.S. As-Shaaffat, 23:102).

Peristiwa “pengorbanan” adalah persitiwa besar dan berani dalam sejarah perjalanan kehidupan umat manusia. Peristiwa ini berlandaskan pada “kebenaran, keberanian, keihlasan, kejujuran yang didasari pada perilaku iman, taqwa, kesabaran dan ahlak yang unggul dan prima. Umat muslimin diajarkan oleh Allah, agar senantiasa mengingat peristiwa-peristiwa besar, yang bernilai tinggi dan berdimensi “iman” dan “taqwa”. Peristiwa Idul Adha adalah peringatan atas karya-karya dan peristiwa besar yang dialami Nabi Ibrahim a.s dengan segala pengorbanannya yang luar biasa beratnya. Peristiwa ini menginspirasi dan memberikan saham besar untuk terbentuknya perjuangan da’wah, pendidikan moral, pola kaderisasi yang benar, dan gerakan amal-amal sosial. Nabi ibrahim telah melakukan dan memberi contoh rekonstruksi tauhid, sosial dan etos kerja yang kuat. Apabila memperhatikan di sekeliling kita, telah terjadi persoalan-persoalan hidup yang sebenarnya kecilan dan tidak terlalu mendasar. Bahkan acapkali sangat bersifat kekanak-kanakan yang didasarkan pada pemikiran yang amat kerdil. Semua pesoalan tersebut tidak dilandasi pada keimanan dan ketqawaan, tetapi pada egoisme, kerakusan dan nafsu kebinatangan. Contoh : seseorang membunuh isteri karena alasan cemburu, membunuh orang tua dan anak, memperkosa, merampok dan membunuh. Mengedarkan narkoba karena alasan untuk ”sepring nasi” dan korupsi, tetapi akibatnya mengorbankan generasi bangsa ini. Semuanya telah menenggelamkan negeri ini dalam lumpur keterpurukan, kemiskinan, kebobrokan dan dekadensi moral, main hakim sendiri. Inilah gambaran egoisme hidup keduniaan yang bersifat sementara dan hanya asesosris dunia semata. Hal-hal ini, membungkam “empat pilar” kekuatan penting bagi tegaknya sebuah bangsa yang berdaulat, yakni akidah, moral, kaderisasi dan etos kerja.

Nabi Ibrahim a.s adalah ”seorang imam” dan sekaligus teladan terbaik bagi sekalian umat manusia, sehingga dikatakan Nabi Ibrahim a.s adalah “bapak bagi manusia”. Nabi Ibrahim menegakkan empat pilar kekuatan tauhid dan telah meruntuhkan dan menghancurkan semua berhala-berhala sebagai ujud pembersihan aqidah-tauhid. Hal tertuang dalam Firman Allah yaitu “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur terpotong-potong, keucuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya” (Q.S. al-Anbiaya’: 58).

Perilaku da’wah yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s bertentangan dengan ayahandanya dan pemerintah Namrud. Ayahandanya sendiri, sebagai “seorang bengawan musyrik” dan pemerintahnya adalah “pemerintah kafir”. Ibrahim a.s menerima ancaman maut dan pengusiran dari orang tuanya dan pemerintah menyelesaikannya dengan ”cara-cara primitif” yaitu cekal dan bunuh. Beliau hanyalah seorang individu, sementara yang dihadapinya adalah kekuatan sosial, intimidasi pemerintah, dan sistem aqidah dan budaya masyarakat yang hancur dan terpuruk. Mungkin hal ini, juga dialami ulama-ulama, ustadz, tokoh-tokoh agama kita, dalam sejarah perjalanan da’wahnya. Tetapi belum seberat yang dialami Nabi Ibrahim a.s,. Tekad da’wahnya justru semakin besar dan membara, dengan suasana hati yang tetap dingin dan berjiwa besar untuk menegakkan kalimat “ilahi rabbi”. Allah memberikan ujian-ujian yang tidak ringan sebagai seorang manusia yang lemah. Namun demikian iman dan kepasrahannya yang total kepada Allah, Ibrahim a.s hanya berkeinginan untuk taat dan patuh dan membangun etos kerja, dengan seraya mengadakan dan berdoa : “Ya Tuhan kami, sungguh telah aku tempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tanpa tanaman di dekat rumah Kamu yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mau mendirikan salat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dari berikanlah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim,14:37)

Allah mengujinya dengan perintah untuk menyembelih putera kesayangannya, seperti yang dikisahkan pada surat Ash-Shaffaat di atas. Dan itu semua ditunaikan dengan segala totalitas dan ketulusan hatinya, Disinilah terlihat kerjasama dan kekompakan berjalan seiring sepenanggungan yang baik antara ayah dan anak dalam menegakkan perintah Allah. Ibrahim a.s mempercayakan pada pendekatan tauhid kepada Allah secara utuh dalam menjalani hidupnya dan dalam mendidik anaknya yang diarahkan hanya kepada satu titik sentral, yaitu mencintai Allah - agar dicintai Allah. Ibrahim a.s. mendapat predikat “khalilullah, sahabat atau kekasih Allah” yang dianugerahkan kepadanya. Karena keikhlasannya, perilaku ihsannya, dan ketaatannya kepada Allah SWT. Dari sejarah atau cerita Nabi Ibrahim a.s ini, apabila kita tarik pada kehidupan sekarang ini maka kita harus berani dan bersedia melakukan :

Pertama, terus menerus menegakkan, menjaga dan meluruskan keimanan kita kepada Allah, artinya “katakanlah saya beriman kepada Allah, dan selalu meluruskan iman”.

Kedua, kita harus berani dan bersedia “mengorbankan” apa yang ada pada kita yang kita sayangi, demi ketaatan dan keikhlasan kepada Allah, artinya: “Kalian tak akan mencapai kebaktian yang tinggi, sampai kalian sanggup mengorbankan “kesayangan kalian” (Ali Imran: 92).

Ketiga, membangun dialog antara anak dan bapak secara demokratis. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan keluarga, di sekolah dan masyarakat. Sehingga model-model pendidikan tidak “kita kaku” yang melahirkan manusia yang koropsi dan brutal, tetapi pendidikan yang mampu melahirkan manusia yang beriman, berakhlak dan bermoral yang anggun, kreatif dan inovatif, menghargai hak-hak manusia, mentaati hukum dan bersedia dihukum apabila bersalah, dan manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi.

Keempat, membangun etos kerja dengan memiliki kemampuan intelektual yang handal agar dapat memberdayakan umat yaitu memberdayakan pendidikannya, berbudaya, bermoral dan berakhlak, berpolik dengan landasan iman dan akhlak yang anggun, bekerja dan berperilaku yang jujur dalam kehidupan masyarakat.

Kelima, siap sedia memperjuangkan kemerdekaan di setiap saat dalam kehidupan. Kamu harus berani membebaskan dirimu dari berhala-berhala disekelilingmu dan semua tipu daya syaitan. Bebaskan diri kamu dari itu semuanya dan ikhlaslah kepada Allah dalam setiap amal perbuatanmu. Kamu akan menang dan kamu akan menjadi manusia terbaik di dunia dan akhirat.

Allahu Akabar, Allahu Akabar, wa lillaahilhamd !

Idul Adha Qurban

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda yang sesuai dengan topik artikel. Komentar akan tampil setelah di moderasi.
EmoticonEmoticon